Blog

Ugly Duck Syndrome

Kalau diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia mungkin kurang lebih artinya “Sindrom Bebek Jelek”, istilah yang diambil dari dongeng karangan Hans Christian Andersen “The Ugly Duckling”. Terjemahan Bahasa Indonesia-nya “Si Itik Buruk Rupa”. Dalam dongeng itu, anak angsa yang lahir diantara bebek dijuluki sebagai “bebek yang jelek” karena bentuknya yang berbeda. Setelah tumbuh dewasa, dia baru sadar ternyata dia bukan bebek, melainkan angsa yang rupawan.

Mendengar istilah ini beberapa hari yang lalu, membuatku flash back ke masa remaja dimana aku merasa sebagai gadis paling jelek disekolah. Item, jerawatan, kerempeng, pendek, gigi nggak rata…

Bahkan ketika masa SMP ada salah satu temanku yang terang-terangan bilang “kamu nggak cantik, Puri”, aku pun mempercayainya. “Kamu benar” batinku dulu.

Perlu waktu bertahun-tahun untuk aku menyadari bahwa I’m more than what I look like. Bahwa aku bukan cuma perempuan item, jerawatan, kerempeng, pendek, dengan gigi yang nggak rata, tapi aku juga pintar, berbakat, dan baik hati.

It was a long tough journey to self-love.

I wonder berapa banyak orang disekeliling kita yang menderita The Ugly Duck Syndrome. Orang-orang yang membiarkan insecurity-nya memadamkan kecantikannya. Orang-orang yang terkungkung dalam lingkungan yang malah mendukung insecurity-nya, karena tanpa kita sadari mental abuse berawal dari rumah dimana kita dibesarkan.

“Nih pakai krim pemutih, biar ga item gitu”

“Jangan panas-panasan biar ga item”

“Diet dong, biar ga gendut gitu”

“Kurus amat sih, tepos depan belakang. Makan yang banyak biar seksi”

Belum lagi olok-olok teman-teman disekolah. Julukan-julukan yeng mengacu pada penampakan fisik seseorang yang dianggap lumrah: “Budi item”, “Wati gendut”, “Tono pendek”

Alus banget sih ngomongnya. Tapi nusuk.

Sesungguhnya self-love akan lebih mudah jika diajarkan sejak dini dari orang tua. Ketika kita bisa mencintai diri sendiri, kita akan tahu bahwa warna kulit kita bukanlah tolok ukur kecantikan, karena kita tahu kita cantik nevertheless. Ketika kita memilih untuk makan makanan yang sehat, kita melakukannya karena kita tahu itu baik untuk tubuh, karena kita cinta tubuh kita, bukan karena benci. Ketika ternyata berat badan kita nggak turun pun, kita akan tetap baik-baik saja karena kita melakukan hal-hal baik itu bukan untuk mendapatkan validasi dari orang lain. What matters the most is what you think about you, not what they think about you.

You know you’re beautiful, so you are. Jadi ketika ada orang yang mengatakan “kamu jelek”, “kamu gendut”, “kamu item”, kita nggak akan membiarkan kata-kata itu mempengaruhi pikiran kita karena kalaupun memang benar kita nggak cantik, kita gendut, kita item, kita tahu nilai kita lebih dari sekedar cantik gendut kurus item etc etc. Ngomong gampang, katamu. Tapi trust me, kalau kamu sudah masuk ke level self-love tingkat master, you know what I’m talking about.

I’m not ugly, I’m sassy. I’m not fat, I’m sexy. I’m probably skinny but I’m also smart and kind. And yes, I’m dark skinned, so what?

At the end of the day, our worth is not all just about looks! We are more than our looks. We are also our brain, our heart, our personality...

Mungkin kita bukanlah angsa yang rupawan, tapi bisa jadi kita adalah bebek yang pintar, ayam yang baik hati, merpati yang jenius, atau pinguin yang lucu.